Mama pasti pernah merasa kesal ketika menghadapi anak yang sulit diatur atau diberitahu, dan mungkin membuat Mama emosi hingga marah pada anak. Wajar jika terjadi reaksi emosional seperti itu, namun perlu diingat bahwa sering memarahi anak termasuk ke dalam kekerasan verbal atau verbal abuse. Kekerasan tidak hanya terjadi melalui tindakan fisik seperti memukul, namun juga bisa melalui kata-kata dan sikap yang tidak pantas. Kekerasan verbal seringkali terjadi tanpa disadari, sehingga penting untuk menyadarinya sebelum berdampak buruk pada kesehatan mental anak.
Apa Kekerasan Verbal?
Kekerasan verbal merujuk pada perilaku kekerasan yang menyerang perasaan seseorang melalui penggunaan kata-kata kasar, ancaman, penghinaan, atau membesar-besarkan kesalahan tanpa melakukan tindakan fisik yang menyakiti. Hal ini dapat berdampak buruk pada kesehatan mental seseorang dan dapat menyebabkan kerusakan hubungan interpersonal yang signifikan.
Beberapa Contoh Kekerasan Verbal yang sering tidak disadari orangtua terhadap anak:
1. Menolak berbicara dengan anak
Photo by Karolina Grabowska
Sebagai orangtua, kadang-kadang terjadi situasi dimana Mama merasa kesal atau marah pada anak, namun diam dan menolak berbicara dengan anak juga dapat dikategorikan sebagai kekerasan verbal. Karena perilaku tersebut dapat membuat anak merasa tidak nyaman dan tidak dihargai.
Sebagai ganti, Mama sebaiknya berbicara dengan anak dengan cara yang baik dan tenang, memberikan informasi tentang kesalahan yang dilakukan oleh anak dan memberikan arahan yang jelas agar anak dapat memperbaikinya. Hal ini lebih efektif daripada membiarkan anak merasa tersisihkan dan merasa tidak dihargai.
2. Membentak Anak
Image by peoplecreations on Freepik
Ketika anak melakukan kesalahan, seringkali orangtua langsung merespon dengan cara membentak dan mengangkat intonasi suara. Tindakan ini dapat disebabkan oleh rasa superioritas orangtua yang ingin menarik perhatian anak agar mendengarkan ucapannya.
Namun, ada cara yang lebih efektif untuk membuat anak mendengarkan ucapan Mama dan Papa, yaitu dengan bertanya terlebih dahulu. Jangan langsung melepaskan emosi dan mengeluarkan kata-kata dengan nada tinggi saat melihat anak berbuat salah. Dengan begitu, anak akan lebih mudah memahami keadaan dengan suasana hati yang tenang dan baik.
3 Melabeling Anak
Image by Freepik
Kalimat seperti “Dasar anak durhaka” atau “Anak cengeng” termasuk dalam kategori labeling pada anak yang seringkali diucapkan oleh orangtua saat marah. Selain bisa memicu perasaan yang negatif pada anak, hal tersebut juga dapat mempengaruhi harga diri (self-esteem) anak.
Sebaiknya, Mama tidak mengucapkan kata-kata tersebut pada anak saat marah. Hal ini karena labeling dapat membuat anak merasa tidak dihargai dan kurang percaya diri, sehingga dapat berdampak negatif pada perkembangan emosional dan sosial anak.
4. Menuduh Anak
Photo by Alex Green
“Kamu tidak mendengarkan mama!”
“Kamu selalu begini, tidak bisa melakukan apapun dengan benar!”
“Mama bosan dengan kelakuanmu yang seperti ini!”
“Kenapa adik dibuat nangis?”
“Jangan bohong sama Mama!”
Seringkali orangtua mengucapkan kata-kata seperti itu ketika melihat anak tidak melakukan hal yang diminta.
Namun sebenarnya, Mama tidak mengetahui fakta sebenarnya dari situasi tersebut, dan anak telah berusaha semaksimal mungkin sesuai kemampuannya. Tetapi seringkali anak dianggap sebagai penyebab kesalahan dan dituduh secara salah oleh orangtua.
5. Mengancam anak
Image by peoplecreations on Freepik
“Kalau gak nurut, nanti dimarahin Papa” dapat membuat anak merasa takut dan akhirnya mengikuti perintah yang diberikan. Namun, perilaku ini tidak baik untuk perkembangan anak karena dapat merusak harga diri dan membuat anak menjadi penakut. Oleh karena itu, sebaiknya orangtua menghindari mengancam anak dan mencari cara lain yang lebih positif dan mendukung perkembangan anak.
6. Membandingkan anak
Image by gpointstudio on Freepik
Orangtua sering kali membandingkan anaknya dengan anak orang lain, baik itu saudara maupun tetangga, terutama ketika melihat anak lain lebih unggul. Hal ini bisa menyebabkan anak menjadi sasaran kritik dan perbandingan yang tidak sehat.
Kebiasaan membanding-bandingkan anak perlu dihindari karena bisa menyebabkan stres dan rasa tidak percaya diri pada anak. Perlu diingat bahwa setiap anak memiliki kemampuan dan keunikan sendiri, dan tidak perlu dibandingkan dengan anak lain. Mama sebagai orangtua perlu fokus pada mendukung dan memotivasi anak untuk berkembang sesuai potensi yang dimilikinya.
7. Menghina dan berkata kasar
Image by bearfotos on Freepik
Ketika marah pada anak, orangtua mungkin merasa wajar untuk berkata kasar atau menghina anak atas perbuatannya yang tidak baik. Namun, tindakan ini dapat berdampak negatif pada perkembangan, kepribadian, dan kesehatan anak dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, ketika marah pada anak, tidak boleh menjadi alasan untuk berbicara secara kasar atau menghina anak. Hal ini dapat dikategorikan sebagai perilaku verbal abuse yang seringkali tidak disadari oleh orangtua. Jika Mama atau Papa sering melakukan hal ini, sebaiknya mulai mengubah perilaku tersebut agar anak tumbuh dengan mental dan kepribadian yang sehat. Semoga informasi ini bermanfaat untuk Mama dan Papa!